Metode
Pendidikan Kepramukaan
Secara terminology metode berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “Metha” dan “Hodos”.
Metha berarti melalui atau melewati
dan Hodos berarti jalan atau cara.
Metode berarti jalan atau cara harus dilallui untuk mencapai tujuan tertentu.[1]
Metode dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan tertentu.[2]
Athiyah al-Abrasy yang
dikutip oleh Jalaluddin Dan
Usman Said mengemukakan bahwa metode adalah jalan yang
kita ikuti untuk memberikan paham kepada murid-murid dalam segala macam
pelajaran. Metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita
memasuki kelas dan kita terapkan dalam kelas selama kita mengajar dalam kelas
itu.[3]
Barang kali masih banyak
definisi-definisi tentang metode pendidikan yang dikemukakan para ahli
pendidikan, namun yang penting kita tangkap adalah makna pokok yang terkandung
dalam pengertian metode itu sendiri. Makna pokok itu adalah :
a. Metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan
materi pendidikan kepada anak didik.
b. Cara yang digunakan adalah cara yang tepat guna untuk menyampaikan
materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu.
c. Melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu
memberikan kesan yang mendalam pada diri anak didik.[4]
Mengacu pada kepentingan tersebut,
metode paling tidak harus disesuaikan dengan materi, kondisi, dan keadaan anak
didik. Karena itu metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan materi
dan kondisinya.
Metode kepramukaan adalah cara melakukan
pendidikan watak kepada peserta didik melalui kegiatan kepramukaan yang
menarik, menyenangkan, dan menantang yang disesuaikan dengan kondisi dan
kegiatan peserta didik.[5]
Metode kepramukaan merupakan cara
belajar progresif melalui:[6]
a. Pengamalan kode kehormatan
b. Sistem kelompok
c. Belajar sambil melakukan
d. Sistem tanda kecakapan
e. Sistem among.
f. Sistem satuan terpisah untuk putera dan puteri
g. Kegiatan di alam terbuka
h. Kegiatan menarik
Metode kepramukaan merupakan suatu
sistem yang terdiri atas 8 unsur yang merupakan sub system terpadu dan terkait.
Setiap unsurnya mempunyai pendidikan yang spesifik dan saling memperkuat serta
menunjang tercapainya tujuan pendidikan Gerakan Pramuka. Metode kepramukaan itu
efektif dan efisien apabila kedelapan unsur tersebut diterapkan terpadu dalam
setiap kegiatan dan setiap unsur ada, berfungsi dan saling memperluas.
1.
Pengamalan Kode Kehormatan
Kode kehormatan adalah suatu
norma/ukuran kesadaran mengenai akhlak (Budi Pekerti) yang tersimpan di dalam
hati seseorang akibat karena orang tersebut tahu akan harga diri nya. Sedangkan
kode kehormatan pramuka ialah suatu norma dalam kehidupan pramuka yang
merupakan ukuran atau standar tingkah laku masyarakat.[7]
Kode kehormatan pramuka bagi peserta
didik di sesuaikan dengan usia dan perkembangan rohani dan jasmani peserta
didik, yaitu :
a. Kode
kehormatan bagi pramuka siaga (Usia 7 – 10 tahun)
1.
Dwi
Satya pramuka siaga
Demi kehormatan ku aku berjanji akan bersungguh-sungguh :
a)
Menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan, Negara kesatuan republik Indonesia dan mengikuti
tatakrama keluarga.
b)
Setiap
hari berbuat kebajikan
2.
Dwi
Darma pramuka siaga
a)
Siaga
berbakti pada ayah dan bundanya.
b)
Siaga
berani dan tidak putus asa.
1. Tri Satya
Demi kehormatan ku
aku berjanji akan bersungguh-sungguh :
a) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara kesatuan Republik
Indonesia dan mengamalkan Pancasila.
b) Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat
c) Menetapi Dasa Darma.
2. Dasa Darma
a) Takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa
b) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
c) Patriot yang sopan dan kesatria
d) Patuh dan suka bermusyawara
e) Rela menolong dan tabah
f) Rajin, terampil dan berbahagia
g) Hemat, cermat dan bersahaja
h) Disiplin, berani dan setia
i) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
j)
Suci
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
c. Kode
kehormatan pramuka penegak (usia 16 – 20 Tahun), pandega ( Usia 21 – 25 tahun),
dan anggota dewasa (di atas usia 25 tahun).
Demi kehormatan ku aku berjanji akan bersungguh-sungguh :
a)
Menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan, Negara kesatuan Republik Indonesia, dan mengamalkan
Pancasila.
b)
Menolong
sesama hidup, dan ikut serta membangun masyarakat.
c)
Menepati
dasa darma.
2.
Dasa
Darma Anggota Pramuka Penegak, Pandega dan Anggota dewasa sama dengan Dasa
Dharma Pramuka Penggalang.
Dalam menerapkan metode ini tidak di
bangun atas dasar lain, kecuali atas dasar kesukarelaan. Karena dengan begitu
akan menimbulkan rasa tanggung jawab langsung terhadap ketinggian budi pekerti.
Untuk itu, dalam menanamkan kode kehormatan, pembinanya hendaklah dapat
memberikan pengertian melalui pertimbangan akal, memberikan motivasi anggota
pramuka untuk pelaksanaannya.
Kode kehormatan merupakan unsur sentral
metode kepramukaan, juga sebagai alat pendidikan. Unsur sentral dalam metode
kepramukaan maksudnya adalah bahwa kode kehormatan berfungsi sebagai pengendali
penerapan unsur-unsur lain dalam kegiatan peserta didik. Sikap dan tingkah laku
peserta didik terbina selama proses pendidikan denga mengikuti kegiatan. Dengan
demikian sasaran pemantapan moral tercapai melalui proses pendidikan praktis
yang berkesianmbungan.
Sebagai alat
pendidikan penerapan kode kehormatan dalam metode kepramukaan pada hakekatnya
merupakan cara blajar sambil melakukan, dalam rangka pengalaman sekaligus
pengalaman kode kehormatan. Seperti dalam latihan-latihan rutin dan
kegiatan-kegiatan kepramukaan, nmilai-nilai try satya dan dasa darma pramuka
harus selalu mewarnai setiap rangkaian kegiatan tersebut, sehing peserta didik dapat belajar sekaligus mengamalkan apa
yang ada dalam kode kehormatan.
2.
Sistem
Kelompok
Dalam melaksanakan proses pendidikan
kepramukaan, Gerakan Pramuka menghimpun anggotanya dalam Gugus Depan dan
kwartir-kwartir. Gugus Depan sebagi satuan dari Gerakan Pramuka merupakan wadah
untuk menghimpun dan membina peserta didik, sesuai dengan golongan usia dan
jenis kelamin.[10] Hal ini bertujuan untuk
memudahkan pengelolaan dan menyelenggarakan kepramukaan dalam mencapai
tujuannya.
Gugusdepan terdiri atas satu perindukan
siaga, satu perindukan penggalang, satu ambalan penegak, dan satu racana
pandega.
a.
Satu
perindukan siaga dibagi menjadi beberapa satuan atau kelompok terkecil dengan
nama Barung. Setiap Barung terdiri atas 5 – 10 orang pramuka yang berusia
7-10 Tahun.
b.
Satu
pasukan penggalang, terbagi atas beberapa kelompok terkecil dengan nama Regu. Setiap Regu terdiri atas 5 – 10 orang pramuka berusia 11-15 tahun.
c.
Satu
ambalan penegak terdiri atas beberapa Sangga,
dalam Sangga terdiri atas 5 – 10
orang pramuka yang berusia 16-20 tahun.
d.
Satu
Racana terdiri dari beberapa orang, paling banyak 40 orang pramuka berusia
21-25 tahun.
Satu Gugusdepan dimungkinkan hanya
terdiri dari satu golongan peserta didik, karena situasi dan kondisi, misalnya
hanya ada satu perindukan siaga saja, atau ambalan penegak saja. Anggota
pramuka putera dan pramuka puteri dihimpun dalam Gugusdepan yang terpisah,
biasanya nomor Gugusdepan berurutan untuk putera nomor genap dan untuk puteri
nomor ganjil.
Sistem berkelompok harus dilaksanakan
dalam Gerakan Pramuka supaya peserta didik memperoleh kesempatan untuk belajar
memimpin dan dipimpin, belajar mengurus dan mengorganisir, belajar memikul
tanggung jawab, mengatur sendiri, menyesuaikan diri, dan bekerja sama dalam
satu kerukunan atau kelompok, tentunya dalam bimbingan orang dewasa, dalam hal
ini adalah Pembina.
Kelompok dalam istilah penggalang
dikenal dengan regu, menurut Baden Powell adalah tempat pendidikan karakter
untuk perseorangan.[11]
Pemimpin regu mendapat kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan, dan
anggotanya mendapat latihan mengabdikan kepentingan untuk membentuk “Jiwa
kesatuan” dalam kerja sama persahabatan.
Sebuah analisis penelitian yang
dikemukakan Belmutter dan De Montmouin yang dikutip oleh Ivor. K. Davies, bahwa
dalam kelompok siswa-siswa belajar lebih cepat, dari pengalaman kelompok sering
berlaih kepada anggota-anggota kelompok. Sehingga mereka bekerja lebih efektif
sekembali keperkejaan mereka msing-masing.[12]
Dengan sistem berkelompok tugas Pembina
pramuka akan lebih mudah, para pamuka dapat bergerak secara praktis, efisien
dan efektif. Oleh karena itu pendidikan kepramukaan itu bukan pendidikan massal
tetapi pendidikan individual, dengan begitu sistem kelompok akan intensif.
Pembina akan lebih mudah memahami dan menghayati setiap pribadi peserta didik.
3.
Belajar Sambil Melakukan
Skinner berpendapat yang dikutip oleh
Muhibinsyah bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah
laku) yang berlangsung secara progresif. Proses adapatasi dapat menghasilkan hasil yang optimal apabila
ia diberi penguat (reinforce).[13] Belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Artinya belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan, jadi
merupakan prosedur atau langkah-langkah yang di tempuh.[14] Proses
belajar terutama mengajarkan hal-hal yang sebenarnya, belajar apa yang
diperbuat dan mengerjakan dan mengerjakan apa yang dipelajari.
Gerakan pramuka
dalam rangka pembentukan watak menggunakan metode belajar sambil melakukan
sebagai salah satu unsur metode kepramukaan. Hal ini dimaksud kan untuk memberi
kesempatan kepada peserta didik dalam setiap kegiatan untuk berkreasi,
berinovasi, berpraktek, sebagai cara membantu peserta didik mengembangkan diri
secara mandiri, baik mental, fisik, intelektual, emosional, maupun sosial.
Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu
membina sikap, keterampilan dan cara berpikir kritis.
Piaget yang dikutip
oleh Sardiman menerangkan bahwa seorang anak itu berpikir sepanjang ia berbuat.
Tanpa perbuatan berate ia tidak berpikir.[15] Oleh
karena itu, agar anak berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk
berbuat sendiri. Berpikir pada tahap verbal akan timbul setelah anak itu berpikir
pada tahap perbuatan. Anak-anak dan kaum muda secara alamiah berkeinginan untuk
melakukan hal-hl yang menantang dan menarik, melalui kepramukaan mereka diberi
kesempatan untuk belajar sambil melakukan dalam berbagai kegiatan kepramukaan.
Seperti perkemahan, heking, sholat berjama’ah, pertolongan pertama gawat
darurat, penghijauan dan sebagainya. Hal ini sangat membantu memberdayakan
potensi peserta didik berperan sebagai pelaku bukan sebagai penonton.
4. Sistem
Tanda Kecakapan
Idik Sulaeman mendefinisikan bahwa tanda
kecakapan adalah suatu simbol atau lambang tertentu yang membedakan dirinya
dengan orang lain.[16] Manusia
biasanya senang memiliki lambang, tertentu yang membedakan dirinya dengan orang
lain. Tanda dan lencana yang menarik akan merangsang dan memotivasi peserta
didik agar mau berusaha untuk mencapai kecakapan dan kemahiran tertentu.
Seperti yang dikemukakan Maslow yang
dikutip oleh Oemar Hamalik bahwa salah satu
kebutuhan psikologis murid adalah kebutuhan akan dihargai, yaitu keinginan
seseorang untuk penilaian yang baik dari orang lain, ingin dihormati merasa
mampu, percaya akan kemampuannya menghadapi dunia.[17]
Dengan menyandang tanda kecakapan,
peserta didik akan merasa bangga akan jerih payahnya,sekaligus lebih
bertanggung jawab, bahwa ternyata ia lebih memikul beban yang lebih berat lagi
dari kecakapan yang diperolehnya.
Tanda kecakapan yang dimiliki peserta
didik haruslah terjamin bahwa tanda kecakapan itu dapat dipertanggung jawabkan,
oleh karena itu perlu adanya proses ujian. Dan harus diingat bahwa proses ujian
sangatlah informal dan dirasakan menarik, menyenangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
Ujian syarat-syarat kecakapan harus
dilaksanakan perseorangan satu demi satu, tidak secara berkelompok. Mungkin ada
ujian yang harus dilaksanakan secara berkelompok, misalnya diskusi. Tetapi
penilaiannya tetap dilakukan perseorangan. Kalau ditelaah ternyata metode ini
dapat dikatakan suatu bentuk penghargaan dan motivasi kepada peserta didik yang
berprestasi.
5. Sistem
Among
Among adalah kata yang berasal dari
bahsa Jawa Kuno, yang berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan
memberikan kebebasan anak asuhan itu untuk bergerak menurut kemauannya,
berkembang menurut kemampuannya.[18]
Sikap among atau berprilaku among
menurut Ki Suratman mengandung makna membantu memelihara suasana, menciptakan
iklim yang kondusif, disertai rasa tanggung jawab, pengabdian, kerelaan
berkorban yang dilandasi kasih sayang dan peri kemanusiaan.[19]
Sistem among adalah sistem pendidikan
yang berjiwa kekeluargaan, dan bersendikan pada dua dasar yaitu kodrat alam dan
kemerdekaan.[20] Berjiwa kekeluargaan
artinya bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang bereaksistensi sebagai
individu juga makhluk sosial, mempunyai hak dan kewajiban sebagai tanggung
jawab terhadap terwujudnya kedamaian dalam kehidupan bersama. Rasa kekeluargaan
ini akan melahirkan jiwa kebersamaan dan solidaritas sosial sesama anggota
pramuka.
Untuk melaksanakan sistem among, Pembina
pramuka wajib melaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan sebagai berikut :
1. Ing ngarsa sung tuludan, maksudnya di depan menjadi teladan
2. Ing madya mangun karsa, maksudnya ditengah-tengah Pembina membangun
kemauan.
3. Tut wuri handayani, maksudnya dari belakang Pembina memberi
daya/kekuatan atau dorongan dan pengaruh yang baik kea rah kemandirian.[21]
Dalam penerapannya, seorang Pembina
harus mampu melaksanakan ketiga prinsip tersebut secara terpadu, tidak
terpisah-pisah. Pembina dituntut agar dapat menempatkan posisi dimana ia harus
berbuat, adakalanya ia harus hanya memberikan contoh di depan secara nyata,
adakalanya juga seorang Pembina hanya memberikan dorongan dan motivasi dari
“belakang”, atau adakalanya juga bersama-sama dengan peserta didik dalam
melaksanakan suatu kegiatan. Tergantung pada posisi mana ia menempatkan
dirinya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor golongan dari peserta didik itu
sendiri.
Pembina adalah
panutan dan figur sentral (teladan) bagi peserta didiknya. Apakah cara
berpakaian, tutur kata, kedisiplinan, keterampilan dan ketertiban serta sopan
santun. Yang pasti sosok Pembina dapat merupakan idola bagi peserta didiknya,
jika ia mampu berperan sebagai seorang pamong yang bisa menampilkan keutuhan
prilaku sebagai pramuka sejati.
6. Sistem
Satuan Terpisah Putera dan Puteri
Sistem satuan terpisah untuk putera dan
puteri, berangkata dari budaya bangsa Indonesia yang sarat dengan norma dan
aturan dalam tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pendidikan kepramukaan sangat memperhatikan
perbedaan individual peserta didik, baik dari segi fisik maupun psikis. Satuan
terpisah ini dilakukan atas batasan yang sangat pasti yaitu perbedaan jenis
kelamin, kegiatan kepramukaan disesuaikan dengan kemampuan dan kodrat peserta
didik, juga kultur masyarakat.
Satuan terpisah dimaksudkan agar dalam
proses pendidikan kepramukaan dapat dilakukan secara efektif, sehingga
memudahkan dalam pencapaian tujuan dan sasarannya.
Pada
pelaksanaan satuan terpisah, maka satuan pramuka puteri dibina oleh Pembina
puteri, dan satuan pramuka putera dibina oleh Pembina putera. Tidak dibenarkan
satuan pramuka puteri dibina oleh Pembina pramuka putera atau sebaliknya.
kecuali pada perindukan siaga, siaga putera dapat dibina Pembina puteri.
Bahkan dalam Gugusdepan pun, baik
pramuka putera atau pramuka puteri mempunyai Gugusdepan sendiri-sendiri. Jika
dalam kegiatan, apalagi perkemahan harus dijamin bahwa agar perkemahan putera
dan puteri diletakkan terpisah.
7. Kegiatan
di Alam Terbuka
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa setiap metode dalam kepramukaan mempunyai hubungan satu sama
lain yang saling menguatkan. Salah satu bentuk metode dalam melaksanakan
pendidikan kepramukaan adalah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka.
Alam yang dimaksudkan adalah hutan dan
rimba, lautan, gunung dan pegunungan, sungai, padang rumput, padang pasir,
berbagai tumbuhan dan binatang. Bukan sekedar halaman rumah, sekolah dan tempat
bermain.[22] Alam seisinya dilihat
dari sudut pendidikan merupakan referensi yang sangat kaya dan sarat dengan
materi pendidikan. Karena itu Baden Powell menyebutnya “buku alam” (Nature book), ialah buku yang diciptakan
Tuhan Yang Maha Esa yang bernilai tinggi, harga nya murah, praktis, tidak ada
tamatnya, sangat efektif bagi proses pendidikan kaum muda.[23]
Alam itu penuh dengan berbagai
kemungkinan yang sangat bermanfaat bagi pembinaan peserta didik melalui
berbagai cara dalam alam. Jarak, angina, dingin, panas, hujan, kering, dan
gelap merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari seseorang, tetapi kita harus
menyesuaikan diri berusaha untuk
mengatasi hal tersebut, inilah tantangan.
Survival, penjelajahan, penelitian dan
observasi, pengembaraan dan perkemahan, mendorong peserta didik untuk selalu
intropeksi diri hingga menyadari tantangan diri pribadinya yang berkaitan
dengan prinsip dasar kepramukaan dan kode kehormatan pramuka, kemampuan fisik,
mental dan emosionalnya.
Kegiatan dialam terbuka memberikan
pengalaman adanya saling ketergantungan antara unsur-unsur alam. Sehingga dapat
mengembangkan sikap menghormati keseimbangan alam dan menjaga kelestariannya.
Hal ini juga merupakan upaya efektif mendekatkan diri kepada Allah, Pencipta
alam semesta, selaras dengan Dasa Darma pertama dan kedua “Takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan cinta alam dan kasih sayang sesama manusia”.
8. Kegiatan
Menarik
Kegiatan menantang dan progresif sebagai
metode kepramukaan merupakan alat yang efektif dalam memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Pada hakekatnya peserta didik tidak hanya
diperankan sebagai objek pendidikan, tetapi juga diperankan sebagai subyek.
Dengan demikian peserta didik dapat lebih berperan aktif dalam setiap kegiatan
kepramukaan. Pembina dapat berperan sebagai pendamping, pembimbing, dan
fasilisator yang selalu memberikan motivasi dan stimulasi terhadap kegiatan
peserta didik.
Untuk itu kegiatan yang menantang dan
memikat peserta didik haruslah :
a.
Baru,
yang sebelumnya tidak ada, yang
merupakan hasil inovasi.
b.
Dapat
mengembangkan kreatifitas.
c.
Dapat
mengembangkan keterampilan.
d.
Bermanfaat
bagi peserta didik dan masyarakat.
Tentunya kegiatan tersebut harus selaras
dengan perkembangan jiwa dan usia peserta didik. Disamping itu, harus
dipertimbangkan nilai-nilai pendidikan dan keselamatan dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut. Karena setiap individu mempunyai perbedaan, baik segi
horizontal yaitu aspek mental, seperti tingkat kecerdasan, abilitas, minat
emosi dan lain-lain. Maupun perbedaan vertical yaitu aspek jasmaniah seperti
ukuran badan, kekuatan, dan daya tahan tubuh.[24]
Dalam kaitannya dengan pendidikan
seperti yang dikemukakan Kenneth H. Hower yang dikutip oleh Oemar Hamalik bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang minat murid-murid
yang kurang, tidak mungkin ada artinya (kurang berharga) bagi para peserta
didik yang tergolong pandai. Hal ini disebabkan adanya perbedaan abilitas di
kalangan peserta didik.[25] Untuk
itu dalam proses pendidikan kepramukaan selalu disesuaikan dengan perkembangan
rohani dan jasmani peserta didik, sehingga kegiatan tersebut lebih menarik dan
diminati oleh peserta didik.
Sasaran dari metode ini adalah
berkembangnya bakat dan minat peserta didik, serta memantapkan mental, fisik, intelektual,
emosional dan sosial peserta didik.
Dari uraian metode-metode diatas, dapat
diketahui bahwa metode pendidikan kepramukaan merupakan metode yang menyegarkan
dan tidak monoton, hal ini terlihat dengan adanya aktivitas-aktivitas yang
menantang dan menari, permainan dan persesuainnya dengan usia peserta didik.
Sehingga proses pendidikan kepramukaan dapat lebih efektif dan efisien.
Tetapi metode yang dilakukan dalam
pendidikan kepramukaan, menurut penulis tidak semuanya dapat dikatakan sebagai
sebuah metode pendidikan. Karena kalau dianalisa ada beberapa metode yang
dilakukan dalam pendidikan kepramukaan lebih tepat dikatakan sebuah prinsip
yang menjadi landasan pendidikan kepramukaan. Seperti metode kegiatan di alam
terbuka, pengamalan kode kehormatan, kegiatan yang menantang dan satuan
terpisah putera dan puteri.
Metode-metode pendidikan kepramukaan,
penulis melihat dapat dikategorikan metode yang berpusat pada guru dan berpusat
peserta didik. Dalam hal ini belajar mengajar merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan pendidik dan peserta didik atas hubungan
timbal blik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
pendidikan. Interaksi dalam proses belajar mengajar ini mempunyai arti yang
lebih luas yaitu tidak hanya sekedar hubungan antara Pembina dengan peserta
didik, tetapi berupa interaksi edukatif. Seorang Pembina bukan hanya pemberi
pelajaran, tetapi lebih dari itu, ia harus memahami sikap dan nilai pada diri
siswa yang sedang belajar.
Dengan demikian pendidikan kepramukaan
selain mencerdaskan masyarakat dengan memberikan bekal ilmu pengetahuan, tetapi
juga yang utama adalah membina watak dan kepribadian menjadi masyarakat yang
kreatif, inovatif dan mandiri sesuai dengan tujuan Gerakan Pramuka.
[1] Ramayulis, Ilmu
pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulis, 1994). hlm. 77
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1997) hlm. 652
[3] Jalaluddin Dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 53
[4] Ibid, hlm.
77
[5] Op.
Cit., Kwartir Daerah Sum-Sel, hlm.
22
[6] Op. Cit.
AD dan ART Gerakan Pramuka, hlm. 10
[10] Kwartir Cabang Kota Palembang, Pemahaman Tentang Pendidikan Kepramukaan,
(Palembang : Lemcadika, 1998), hlm. 13
[11] Op. Cit.
Baden Powell, hlm 64
[12] Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar, (Jakarta : Rajawali Press, 1991), hlm. 237
[13] Muhibbinsyah, Psikologi Belajar, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003) hlm. 64
[14] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar , ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001) hlm. 27
[15] Sardiman, AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm 98
[16] Idik Sulaeman, Prinsip Dasar dan Metodik Pendidikan Kepramukaan Merupakan Landasan
Pelaksanaan Kegiatan Kepramukaan dalam Proses Pendidikan, (Makalah
disampaikan pada LPP daerah Sum-Sel, tanggal 14-18 desember 1998), hlm. 8
[17] Op. Cit.
Oemar Hamalik, hlm. 96
[18] Jalaluddin, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), hlm. 44
[19] Ki Suratman, Metode Pendidikan Taman Siswa Mendidik Anak Seutuhnya, (Materi
Stadium General Ketamansiswaan Universitas Taman Siswa Palembang, 27 Februari
1988), hlm 6
[20] Ibid,
hlm. 7
[22] Kwartir Daerah Jakarta, Panduan Praktis Pembina Pramuka Penegak dalam Ambalan Penegak,
(Jakarta : Lemdikada, 2000), hlm. 34
[23] Ibid.
[24] Op. Cit,
Oemar Hamalik, hlm. 164
[25] Ibid.
hlm. 165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar